Fakta mengatakan bahwa manusia tidak pernah sendirian dalam menghadapi penderitaan. Dalam derita manusia kembali menjadi satu. Penderitaan membuat perbedaan-perbedaan pendapat, konflik, dan perpecahan mencair dengan sendirinya. Orang-orang yang hidup dalam permusuhan dan konflik bisa dengan mudah melupakan konflik dan perbedaan pendapat yang ada di antara mereka.
Coba kita lihat pengalaman penderitaan yang kita alami sebagai satu bangsa karena bencana alam di Aceh. Belakangan ini Indonesia dikenal sebagai bangsa yang bersekutu dan persaudaraannya tercabik-cabik. Bangsa Indonesia yang satu mengelompok dalam sentimen agama dan suku yang sangat tinggi. Orang Islam menganggap orang Kristen sebagai ancaman. Mereka saling memandang dengan penuh curiga, yang satu menganggap yang lain sebagai kafir atau melakukan syirik.
Pengalaman tidak sendiri dalam penderitaan tidak merupakan satu yang bersifat horizontal belaka. Yang tidak kalah penting untuk kita ketahui, juga di dalam minggu-minggu pra paskah ini, adalah kenyataan berikut. Allah juga ada bersama kita. Ia menjadi satu dengan kita yang menderita. Allah ternyata ikut ambil bagian dalam penderitaan manusia. Ia yang kudus dan agung berkenan menyatukan nasibNya dengan nasib manusia. Penderitaan memang menyakitkan dan menimbulkan luka. Tetapi manusia tidak pernah sendiri menghadapinya. Selalu saja ada teman dan sahabat yang ikut berbela rasa dengan kita memikul duka cita itu. Bahkan Tuhan juga menjadi sahabat kita. Kawan yang sejati, bagi kita yang lemah, tiap hal boleh dibawa dalam doa padaNya. Inilah penghiburan sejati bagi manusia. Ini sumber kekuatan kita menghadapi penderitaan dengan percaya bahwa penderitaan itu bersifat sementara saja. Habis gelap akan terbit terang. Penderitaan ternyata membangkitkan pengharapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar